Wednesday, March 19, 2014

Trend Menikah Adat, Bagi Generasi Muda Batak

Gaya hidup dan keinginan anak muda saat akan melangsungkan pernikahan kebanyakan ingin yang wow, ingin modern dan glamour, pakai even organizer di hotel mewah dan kalau bisa mendatangkan pejabat ditambah artis papan atas, tetapi ternyata ada sebagian muda - mudi generasi terkini yang hidup di perkotaan, memilih cara berbeda. Harta yang paling berharga adalah keluarga, tidak salah memang jika lirik ini menjadi pedoman hidup bagi keluarga – keluarga, begitu juga dengan falsafah hidup orang batak, suku yang berasal dari Sumatera Utara yang selalu mengagungkan kebersamaan itu sebagai keluarga. Memperhatikan pola hidup mereka suku batak cukup membuat saya bangga, karena memiliki darah keturunan suku yang sudah terkenal sampai ke seluruh dunia.

Seorang perantau dari desa terpencil, ketika merantau ke Jakarta tanpa tujuan pasti bisa bertahan hidup, hanya dengan menyambangi atau mencari dongan semarga ( kerabat semarga ), marga adalah garis keturunan dari orang tua laki – laki, setiap orang batak memiliki marga dan marga ini bisa menjadi perisai pelindung kekeluargaan dari segala hal, mulai dari lahir, perkawinan sampai kematian.



Iringan pengantin, *photo dok penulis


Siang ini sahabat - keluarga saya, Doris br Siahaan dengan T Sidabutar sedang berbahagia mereka melangsungkan pernikahan adat , setelah melalu proses panjang pra pernikahan sampai pemberkatan akhirnya prosesi pernikahan adat dilakukan di gedung Corpatarin Pulo Asem Rawa Mangun, Jakarta timur, gedung yang dapat menampung ribuan orang ini memang menjadi salah satu tempat favorit melangsungkan pernikahan adat batak yang dalam acaranya membutuhkan tempat yang luas, dan memiliki banyak meja – meja panjang disertai bangku. Jadi jika gedung luas saja tidak mempunyai perlengkapan diatas sudah pasti akan sulit digunakan.



Menerima ucapan selamat, photo dok penulis



Pemusik, *photo dok penulis

Musik mengalun diiringi keyboard, saxophone, suling khas di meriahkan gondang / gendang khas batak membuat hidup suasana, setelah iring – iringan keluarga membawa beras dan ikan mas, terakhir barulah iringan pengantin masuk didahului penari, yang lihai menortor, pemandangan ini membuat kebahagiaan yang sulit diucapkan di jaman yang serba kebarat – baratan, generasi muda berani melangsungkan pernikahan mereka secara adat, saya rasa patut di acungi jempol keputusan mereka, karena masih ada niat menjaga , mengikuti warisan luhur nenek moyangnya.

Makan bersama satu meja juga mencerminkan tradisi keluarga yang tak bisa dirubah, sampai ke acara pernikahan, tidak ada kata malu, bagi para hadirin saat makan harus menggunakan tangan, dengan menu khas yang ditaburi rempah yang sangat terkenal yaitu Andaliman, buah yang banyak tumbuh di Sumatera utara ini rasanya jika sudah menjadi bumbu makanan apa pun dapat menambah nafsu makan yang luar biasa, di lidah akan membuat rasa ketar – ketir yang sulit dilupakan, jika di pasar – pasar umum Andaliman sangat sulit dicari, kalau pun ada di bandrol dengan harga yang sangat mahal, salah satu pasar yang selalu menyediakan dalam stock cukup banyak dan segar, ada di pasar inpres senen, Jakarta pusat, tetapi usahakan berlogat – logat batak, supaya tidak terlalu mahal saat membelinya.


Penghormatan khusus di berikan kepada Hula – hula dan Tulang pengantin ( keluarga dari pihak perempuan orang tua maupun mertua ), keluarga pengantin harus mau turun dari singgasana, mendatangi tempat duduk mereka untuk memberikan tanda kasih kepada mereka, dan ini merupakan acara yang penting dalam ritual adat pernikahan orang batak.

Mulai dari pra pernikahan sampai puncak harinya mereka selalu menjadi khusus, jangan heran, jika ada kejadian yang mungkin tidak bisa diterima secara akal / agama, bahwa “doa Tulang kekuatannya separuh langit“, maka ada beberapa kawan saya dari suku Batak yang bertahun – tahun belum di karuniai keturunan, dan telah melakukan pengobatan, terapi dan lainnya, jalan terakhir yang harus ditempuh oleh mereka, datang ke Tulang ( paman, saudara laki – laki ibu ), meminta doa dari Tulang, dan hasilnya selayaknya disyukuri, beberapa lama kemudian mereka mempunyai keturunan.

Puncak acara adalah pelepasan yang dilakukan secara simbolis oleh orang tua pihak pengantin perempuan, disertai memberikan “kain ulos cinta” di sertai nasehat agar mampu menjadi isteri yang baik, dan keluarga yang selalu rukun dan sejahtera, diringi lagu biasanya Borhat ma dainang yang sangat menyentuh hati

Borhat ma dainang tubuan laklak ho inang tubu sikkoru borhat ma dainang…


Nasehat dan penyerahan kain Ulos dari orang tua pengantin wanita, *dok penulis


Pengantin secara simbolik melangkah hidup mandiri*dok penulis


Saya yang mengerti artinya dan sudah sangat sering mendengar lagu ini pun, tadi mata saya penuh dengan air begitu pun juga undangan semua terpukau bahkan ada yang menangis terisak – isak, mengikuti pengantin yang tidak dapat menahan rasa harunya yang akan membuka lembaran hidup baru bersama kekasih pilihan hati. Para undangan di bawa hanyut suasana nostalgia bagaimana mereka masih muda dulu juga pernah merasakan hal yang sama, disaat orang tua memberikan petuah yang mungkin terakhir kalinya, karena setelah berkeluarga mereka harus mampu hidup mandiri.

Selamat menjalani hidup baru
Sahabat, Saudaraku…
ingat selalu pesan orang tua dan jangan lupa berdoa.



Dituliskan oleh Piere Barutu.
http://muda.kompasiana.com/2012/05/05/trend-menikah-adat-bagi-generasi-muda-batak-460830.html

No comments:

Post a Comment