Suku Batak Simalungun
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Batak Simalungun adalah
salah sub Suku Bangsa
Batak yang berada di provinsi Sumatera Utara, Indonesia, yang menetap di Kabupaten Simalungun dan sekitarnya. Beberapa sumber
menyatakan bahwa leluhur suku ini berasal dari daerah India Selatan. Sepanjang sejarah suku ini
terbagi ke dalam beberapa kerajaan. Marga asli penduduk Simalungun adalah Damanik, Saragih, Sinaga, dan Purba.
Suku Batak Simalungun, adalah Batak yang mendiami wilayah
kabupaten Simalungun provinsi Sumatra Utara. Suku Simalungun ini berada di
antara dua kebudayaan, yaitu suku Batak Toba dan suku Batak Karo, karena
wilayah kediaman suku Batak Simalungun ini berada di antara wilayah kedua suku
Batak tersebut tadi. Oleh karena itu bahasa Simalungun berada di antara bahasa
Toba dan Karo, bisa dikatakan mirip dengan bahasa Toba, tetapi juga mirip
dengan bahasa Karo.
Secara budaya dan adat istiadat, suku Simalungun ini berkerabat
dengan suku Batak Toba, tetapi menurut pengakuan beberapa tua-tua adat
masyarakat Simalungun, bahwa mereka berbeda dengan suku Batak Toba. Mereka
mengatakan bahwa mereka berasal dari bangsa yang berasal dari daerah Assam India
yang saat ini bernama Asom, sedangkan menurut mereka orang Batak Toba berasal
dari daratan Indochina. Kalau anggapan ini benar berarti suku Simalungun
kemungkinan berkerabat dengan trio suku (trio naga) di Asom (Assam) India,
yaitu suku Manipur, suku Mizoram dan suku Naga. Memang kalau dilihat sekilas
kebudayaan trio suku naga di Asom India ini, terdapat kemiripan dengan budaya
suku-suku Batak di Sumatra. Dari segi pakaian, dan rumah adat, hanya saja
bahasa jauh berbeda, sedangkan tarian dari trio suku naga ini justru mirip
dengan tarian dari suku Dayak dari Kalimantan. Jadi anggapan dari masyarakat
suku Simalungun ini masih belum kuat untuk dijadikan patokan bahwa suku
Simalungun berasal dari daerah Asom (Assam) India.
Boru ni Simalungun
Orang Simalungun tidak terlalu mementingkan soal silsilah karena
penentu partuturan (perkerabatan) di Simalungun adalah hasusuran (tempat
asal nenek moyang) dan tibalni parhundul(kedudukan/peran) dalam horja-horja
adat (acara-acara adat). Hal ini bisa dilihat saat orang Simalungun
bertemu, bukan langsung bertanya “aha marga ni ham?” (apa marga anda)
tetapi “hunja do hasusuran ni ham (dari mana asal usul anda)?"
Hal ini dipertegas oleh pepatah Simalungun “Sin Raya, sini
Purba, sin Dolog, sini Panei. Na ija pe lang na mubah, asal ma marholong ni
atei” (dari Raya, Purba, Dolog, Panei. Yang manapun tak berarti, asal penuh
kasih).
Sebagian sumber menuliskan bahwa hal tersebut disebabkan karena
seluruh marga raja-raja Simalungun itu diikat oleh persekutuan adat yang erat
oleh karena konsep perkawinan antara raja dengan “puang bolon” (permaisuri)
yang adalah puteri raja tetangganya. Seperti raja Tanoh Djawa dengan puang
bolon dari Kerajaan Siantar (Damanik), raja Siantar yang puang bolonnya dari
Partuanan Silappuyang, Raja Panei dari Putri Raja Siantar, Raja Silau dari
Putri Raja Raya, Raja Purba dari Putri Raja Siantar dan Silimakuta dari Putri
Raja Raya atau Tongging.
Adapun Perkerabatan dalam masyarakat Simalungun disebut sebagai partuturan.
Partuturan ini menetukan dekat atau jauhnya hubungan kekeluargaan (pardihadihaon),
dan dibagi kedalam beberapa kategori sebagai berikut:
Tutur Manorus / Langsung
Perkerabatan yang langsung terkait dengan diri sendiri.
Tutur Holmouan / Kelompok
Melalui tutur Holmouan ini bisa terlihat bagaimana berjalannya
adat Simalungun
Tutur Natipak / Kehormatan
Tutur Natipak digunakan sebagai pengganti nama dari orang yang
diajak berbicara sebagai tanda hormat.
Sama seperti suku-suku lain di sekitarnya, pakaian adat suku Simalungun tidak terlepas dari penggunaan kain Ulos (disebut Uis di suku Karo). Kekhasan pada suku Simalungun adalah pada kain khas serupa Ulos yang disebut Hiou dengan berbagai ornamennya.
Ulos pada mulanya identik dengan ajimat, dipercaya mengandung "kekuatan" yang bersifat religius magis dan dianggap keramat serta memiliki daya istimewa untuk memberikan perlindungan. Menurut beberapa penelitian penggunaan ulos oleh suku bangsa Batak, memperlihatkan kemiripan dengan bangsa Karen di perbatasan Myanmar, Muangthai dan Laos, khususnya pada ikat kepala, kain dan ulosnya.[13]
Secara legenda ulos dianggap sebagai salah satu dari 3 sumber kehangatan bagi manusia (selain Api dan Matahari), namun dipandang sebagai sumber kehangatan yang paling nyaman karena bisa digunakan kapan saja (tidak seperti matahari, dan tidak dapat membakar (seperti api). Seperti suku lain di rumpun Batak, Simalungun memiliki kebiasaan "mambere hiou" (memberikan ulos) yang salah satunya melambangkan pemberian kehangatan dan kasih sayang kepada penerima Hiou. Hiou dapat dikenakan dalam berbagai bentuk, sebagai kain penutup kepala, penutup badan bagian bawah, penutup badan bagian atas, penutup punggung dan lain-lain.
Pakaian adat Simalungun
Hiou dalam berbagai bentuk dan corak/motif memiliki nama dan jenis yang berbeda-beda, misalnya Hiou penutup kepala wanita disebut suri-suri, Hiou penutup badan bagian bawah bagi wanita misalnya ragipanei, atau yang digunakan sebagai pakaian sehari-hari yang disebut jabit. Hiou dalam pakaian penganti Simalungun juga melambangkan kekerabatan Simalungun yang disebut tolu sahundulan, yang terdiri dari tutup kepala (ikat kepala), tutup dada (pakaian) dan tutup bagian bawah (abit).
Menurut Muhar Omtatok, Budayawan Simalungun, awalnya Gotong (Penutup Kepala Pria Simalungun) berbentuk destar dari bahan kain gelap ( Berwarna putih untuk upacara kemalangan, disebut Gotong Porsa), namun kemudian Tuan Bandaralam Purba Tambak dari Dolog Silou juga menggemari trend penutup kepala ala melayu berbentuk tengkuluk dari bahan batik, dari kegemaran pemegang Pustaha Bandar Hanopan inilah, kemudian Orang Simalungun dewasa ini suka memakai Gotong berbentuk Tengkuluk Batik.
Sumber:
http://www.kerajaannusantara.com/id/kesultanan-serdang/article/117-Perkembangan-Islam-di-Kerajaan-kerajaan-Melayu-di-Sumatera-Timur
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Simalungun
No comments:
Post a Comment